Cari

this my BLOG

Kamis, 05 April 2012

TRANSDUKSI PADA BAKTERI



Tranduksi di temukan pada 1952 oleh N.Zinder, Joshua Lederberg serta Ester Lederberg. Tranduksi adalah rekomendasi genetik pada bakteri yan di perantarai oleh fag (Gardner, dkk, 1991; Russel, 1992). Dalam hal ini transduksi terjadi setelah terlebih dahulu suatu partikel fag membawa sebuah kromosom dari sutu bakteri (donor) ke bakteri lain (resipen).

Fag Virulen dan Virulen sedang
Fag yang terlibat pada proses transtuksi ini tergolong yang bersifat virulen maupun yang virulen sedang. Fag virulen selalu memperbanyak diri dan  memecahkan (merobekkan) sel inang setelah infeksi. Di lain pihak fag yang bersifat virulen sedang mempunyai dua alternatif pilihan setelah infeksi, yaitu menjalani siklus litik atau menjalani jalur lisogenik. Selama menjalani siklus litik, fag melakukan reproduksi dan memecahkan sel inang; sedangkan selama menjalani siklus lisogenik kromosom fag diintegrasikan ke dalam kromosom inang dan bereplikasi seperti halnya segman-segmen kromosom inang yang lain. Kromosom fag yang teritregasi dengan kromosom sel inang disebut juga sebagai profag (Russel, 1992). Gambar 12.1 dan 12.2 memperlihatkan siklus hidup fag ysng virulen maupun yang bersifat virulen sedang.


Gambar 12.1
Siklus hidup litik suatu fag virulen, misalnya T2 atau T4 (Russel, 1992).
 
Gambar 12.2
Siklus hidup suata fag yang bersifat virulen sedang semacam fag (Russel, 1992).

Berkenaan dengan siklus lisogenik, sebagai mana yang ditujukan pada gambar 12.2. kadang-kadang mekanisme yang mempertahankan kromosom fag tetap terintegrasi dengan kromosom inang terganggu atau hilang, yang berakibat kromosom fag berpisah lagi dari kromosom inang, dapat juga di induksi oleh faktor lingkungan semacam radiasi sinar ultraviolet. Perlu diperhatikan bahwa terintregasinya kromosam fag ke dalam kromosom inang terjadi melalui mekanisme rekombinasi tapal: (Gardner, dkk, 1991).

Macam Transduksi
Dewasa ini dikenal dua tipe transduksi yaitu transduksi umum (generalized transduction) dan transduksi khusus (specialized transduction) atau transduksi terbatas (restricted transduction). Fenomena transduksi tersebut ditemukan tatkala para peneliti tersebut tengah mengkaji apakah suatu mekanisme konjugasi terjadi pada bakteri salmonella typhlmurium.

Transduksi  Umum
Pada transduksi umum, potongan DNA bakteri yang ditangkap oleh fag yang kemudian dipindah ke resipen, merupakan potongan acak kromosom bakteri (Russel, 1992). Potongan acak DNA bakteri itu juga diintegrasikan pada tapak-tapak peletakan yang khusus (Gardner, dkk, 1991). Dalam hal ini gen apapun dapat ditransduksikan. Transduksi umum diperantarai oleh beberapa fag virulen dan yang bersifat virulen sedang tertentu, yang kromosomnya tidak terintegrasi ditapak peletakan khusus pada kromosom inang.
Tidak semua fag virulen memperantarai transduksi (Gardner, dkk, 1991). Sebagai contoh mislnya yang berkaitan dengan fag I yang bernomor genap (T2, T4, dan T6). Fag-fag melakukan degradasi atas DNA inang serta memanfaatkan kembali nukleotida-nukleotidanya untuk kepentingan sintesis DNA fag. Di lain pihak fag-fag lain sama sekali tidak melakukan degradasi terhadap DNA inang, dank arena ukuran kromosom inang terlalu besar sehingga menyulitkan pembungkusannya secara utuh, maka fag-fag itu tidak dapat membentuk partikel-partikel pentrasduksi. Demikian pula fag-fag yang lain lagi, proses pematangan dapat bersifat sangat spesifik untuk DNA fag yang menghalangi pembungkusan fragmen-fragmen DNA inang. Dalam hal ini hanya sejumlah fag virulen yang diketahui memperantai transduksi.
Berkenaan dengan transduksi umum tersebut, setelah suatu fag pentransduksi menyuntikkan sebuah fragmen DNA inang ke dalam sel resipen, fragmen tersebut dapat terintegrasi ke dalam kromosom inang atau tidak terintegrasikan dan tetap berada bebas dalam sitoplasma (Gardner, dkk, 1991). Integrasi ke dalam kromosom inang berlangsung mirip dengan integrasi DNA yang melakukan transformasi, terkecuali bahwa segmen DNA yang diintegrasikan merupakan unting ganda. Jika fragmen DNA yang disuntikkan tidak terintegrasikan ke dalam kromosom inang, maka fragmen tersebut tidak melakukan replikasi dan akan diwariskan hanya ke satu sel turunan selama tiap pembelahan sel. Dalam hal ini gen-gen yang terletak pada fragmen kromosom  yang ditransduksikan dapat diekspresikan, sekalipun fragmem-fragmen tersebut tidak terintegrasi; dan sel-sel yang membawahi fragmen pentransduksi yang tidak terintegrasi disebut sebagai transduction abortif. Pada kondisi seperti tersebut sel-sel itu dinyatakan secara parsial bersifat diploid dan dapat digunakan untuk melaksanakan uji komplementasi.
Frekuensi produksi  partikel-partikel pentransduksi rendah yaitu hanya satu diantara 101-107 partikel turunan yang ada di dalam suatu lisat  mengandung DNA bakteri (Gardner, dkk. 1991). Oleh karena itu peluang suatu sel mengalami dua kali transduksi untuk penanda-penanda genetik yang terbawa pada dua partikel transduksi yang berbeda dapat di abaikan. Dalam hubungan ini kotransduksi dua atau lebih penanda genetik memperlihatkan bahwa letak penanda-penanda itu relatif berdekatan (Gardner, dkk, 199; Russel, 1992); dan frekuensi kotransduksi dua penanda maupun merupakan petunjuk tentang tingkat pautan antara keduanya. Sebagai contoh misalnya, jika penanda a+ dan b+ mengalami kotransduksi, serta penanda b+ dan c+ juga mengalami kotransduksi, tetapi penanda a+ dan c+ tidak mengalami kotransduksi, maka urutan atau susunan ketiga penanda tadi adalah a+-b+-c+ .
Mari kita perhatikan penjelasan tentang pemanfaatan data kotransduksi untuk mengungkap jarak gen taksiran. Sebagai contoh, anggaplah kita sedang berupaya memetakan beberapa gen E. coli dengan cara memanfaatkan kotransduksi yang diperantarai oleh fag P1 yang bersifat virulen sedang (Russel, 1992). Strain E. coli donor adalah leu+ thr+ azi.   Strain  E.coli tersebut dapat hidup pada medium minimal serta resisten terhadap racun metabolic sodium azida. Sel resipien adalah leu thr azi. Strain E.coli resipien ini membutuhkan suplemen leusin dan threonine dalam medium kulturnya serta sensitive terhadap codium azida. Ag P1 ditumbuhkan pada sel-sel donor bakteri serta lisat fag digunakan untuk perlakuan transduksi terhadap sel bakteri resipien. Lebih lanjut transduktan diseleksi untuk setiap penanda donor dan kemudian dianalisis untuk keberadaan penanda yang tidak diseleksi lainnya. Data yang terungkap, ditunjukkan pada Tabel 12.1

Table 12.1
Data transduksi untuk mengungkapkan urutan gen (Russel, 1992)

Penanda yang diseleksi
Penanda-penandan yang tidak diseleksi
Leu+
10% -  azi
    2% -  thr+
Thr+
3% - leu+
0% - azi

TransduksI Khusus
Transduksi khusus diperantarai oleh fag yang bersifat virulen sedang. Fag-fag tersebut hanya mentransduksi fragmen tertentu dari kromosom bakteri. Salah satu contoh fag yang melakukan transduksi khusus adalah fag λ yang menginfeksi E.coli (Gardner, dkk, 1991, Russel, 1992). Kromosom fag-fag dapat berintegrasi pada satu atau sejumlah kecil tapak perekatan khusus dari kromosom bakteri (tidak tergantung dari replikasi kromosom inang) serta dapat pula melakukan replika dalam keadaan terintegrasi dengan kromosom inang (replica tersebut terjadi selayaknya kromosom fag merupakan suatu bagian dari kromosom inang). Oleh karena itu terlihat bahwa kromosom fag semacam itu berperilaku seperti layaknya episom (Gardner, dkk., 1991).
Sebagaimana yang terlihat pada gambar 12.2, integrasi kromosom fag semacam λ yang melakukan transduksi khusus diperantarai atau terjadi melalui suatu rel kombinasi antara bentukan kromosom fag inraseluler yang sirkler di satu pihak dengan kromosom bakteri yang juga tergolong sirkuler. Peristiwa rekombinasi itu terjadi pada tapak pelekatan spesifik di kedua kromosom terkait (Gardner, dkk., 1991). Peristiwa rekombinasi spesifik tapak itu menyebabkan terjadinya insersi linier kovalen kromosom fag ke dalam kromosom bakteri (Gambar 12.5)

Gambar 12.5
Bagan inisiasi dan eksisi kromosom fag λ (Gardner, dkk., 1991)

Telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam keadaan terintegrasi dengan kromosom inang, kromosom fag disebut juga sebagai profag. Di saat berada sebagai profag tersebut, gen-gen litik pada kromosom virus mengalami represi (Gardner, dkk, 1991). Seperti diketahui, gen-gen litik, itu terlibat pada reproduksi virus maupun proses lisis sel inang. Mekanisme represi tersebut berlangsung dalam suatu system sirkuit represor-represor-promotor, mirip dengan yang dijumpai pada operator bakteri.
Berkenaan dengan mekanisme represi tersebut gen C1 fag λ mengkode protein reprenor yang mempunyai berat molekul 27.000.  Dalam kondisi dimer atau tetramer protein represor itu itu berikatan dengan kedua daerah operator yang mengontrol transasksi gen-gen λ yang terlibat pada pertumbuhan litik. Pengikatan protein represor dengan ke dua daerah operator itu menghalangi polymerase RNA berikatan dengan kedua promoter, sehingga tidak dapat mengkatalisasi proses transkripsi (ke dua operator yaitu OL dan OR tumpang tindih dengan urut-urutan promoter). Dengan cara seperti ini gen-gen fag λ mengalami represi.
Suatu bakteri yang mengandung sebuah profag dinyatakan bersifat lisogenik (Gardner, dkk., 1991; Russek, 1992); dan hubungan antara profag-inang lazim disebut sebagai lisogeni. Sebuah sel yang lisogenik kebal terhadap infeksi kedua (lanjutan) oleh fag yang sama (gardner, dkk., 1991), karena gen-gen litik fag yang sudah menginfeksi mengalami represi seperti halnya yang terjadi pada progag.
Fag-fag yang bersifat virulen sedang jarang mengalami transisi spontan dari yang bersifat lisogenik (profag) menjadi yang bersifat litik, yaitu sekitar satu di dalam 105 pembelahan sel (Gardner, dkk., 1991). Sebenarnya transisi semacam itu dapat juga diinduksi, misalnya dengan bantuan radiasi UV. Yang terjadi selama transisi itu adalah profag terbebas dari kromosom inang (Perhatikan kembali 12.5). Setelah terbebas dari kromosom inang, kromosom fag akan melakukan replikasi otonom. Proses terbebasnya profag dari kromosom inang juga merupakan suatu proses yang spesifik tapak seperti layaknya proses integrasi.
Proses terbebasnya profag dari kromosom inang (proses eksisi) biasanya berlangsung sangat teliti dalam pengertian bahwa pemotongan atau pemisahan profag tersebut terjadi persis dengan ukurannya di saat integrasi (Gardner, dkk., 1991). Namun demikian kadang-kadang pemotongan profag terjadi pada suatu tapak lain dan bukan tapak pelekatan yang mula-mula. Dalam hubungan ini jika kenyataan seperti terebut benar-benar terjadi, maka satu penggalan kromosom fag tertinggal pada kromosom inang, dan demikian pula satu penggalan inang terbawa oleh kromosom fag.
Kesalahan pemotongan dan pemisahan profag seperti tersebut adalah penyebab terbentuknmya partikel-partikel pentransduksi khusus (Gardner, dkk., 1991). Dalam hal ini hanya gen-gen inang yang terletak berdekatan dengan tapak insersi profag dapat terpisah bersama DNA fag serta terbungkus di dalam partikel-partikel fag. Jelas terlihat bahwa proses transduksi khusus memang hanya berperan terhadap transfer gen yang terletak di dalam suatu rentang jarak       sempit di kedua sisi tapak pelekatan profag. Oleh karena itu biasanya fag λ hanya mentransduksi penanda gal dan bio. Seperti diketahu fag λ melakukan integrasi pada daerah antara gen gal dan gen bio; gen gal dibutuhkan dalam rangka pemanfaatan galaktosa sebagai sumber energy, sedangkan gen bio dibutuhkan (esensial) dalam rangka sintesis biotin. Di lain pihak fag pentransduksi khusus f80 melakukan integrasi di dekat gen trp E.coli. Oleh karena itu fag f80 berkembang mentransduksi penanda (gen) trp (yang dibutuhkan dalam rangka sintesis asam amino triptofan).
Jika partikel pentransduksi khusus terbentuk selama pemisahan profag dan kromosom inang, maka hanya lisat fag yang dihasilkan oleh induksi sel-sel lisogenik seharusnya memiliki aktifitas pentransduksi (Gardner, dkk., 1991). Dalam hal ini maka tidak akan ada partikel pentransduksi di dalam lisat yang dihasilkan melalui induksi sel-sel lisogenik adalah sekitar satu di dalam 106 partikel turunan.
Berkenaan dengan komposisi kromosom akibat transduksi terbukti bahwa komposisi kromosom transduktan yang dihasilkan oleh transduksi khusus sama sekali berlainan dari yang dimiliki transduktan hasil transduksi umum maupun dari yang dimiliki transforman yang merupakan hasil transforamsi (Gardner, dkk., 1991). Pada transduksi umum dan transformasi, rekombinasi menganti suatu segmen kromosom resipien dengan suatu segmen kromosom donor. Akan tetapi pada transduksi khusus segmen DNA donor dan kromosom fag ditambahkan kepada kromosom reispien menghasilkan suatu transduktan diploid parsial.
Fenomena diploid parsial dampak transduksi khusus tersebut mengundang beberapa konsekuensi penting yang akan dikaji lebih lanjut. Fag λ tersebut besifat defentif karena gen-gen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pematangan pada kondisi litik sudah diganti oleh DNA bakteri. Oleh karena itu partikel pentransduksi λdg hanya dapat bereproduksi jika ada suatu fag λ wild type yang berperan sebagai helper.
Bilamana lisogen λ gal+ diinduksi oleh radiasi UV, partikel-partikel λ dengan yang jangan terbentuk, membawahi satu gen  atau lebih dari satu gen gal+ donor, tergantung kepada ukuran segmen DNA bakteri yang dibawah bersama (Gardner, dkk., 1991).
Jika partikel-partikel λdg ini menginfeksi sel-sel gal, maka partikel tersebut berintegrasi dengan bantuan suatu peristiwa pindah silang di daerah gal atau pada tapak pelekatan λ. Transduktan tersebut tergolong diploid parsial gal+/gal yang disebut sebagai heterogenot gal-gal serta mengandung suatu eksogenos gal+ (fragmen DNA donor) maupun suatu endogenot gal+ (kromosom resipien).
Heterogenot gal+ /gal adalah transduktan primer dan bersifat tidak stabil (Gardner, dkk., 1991). Heterogen tersebut memisahkan sel-sel gal dengan frekuensi sekitar satu di dalam 1000 pembelahan sel. Segregan gal ini dapat dijelaskan melalui pemisahan (eksisi) kromosom λdg. Lebih lanjut, karena kromosom λdg tidak dapat bereproduksi tanpa suatu fag jelper, maka kromosom λdg itu dapat hilang begitu saja (tercerna) selama pembelahan sel. Dilain pihak rekombinasi gen dapat juga terjadi diantara eksgenot gal+ dan endogenol gal, yang mentransfer penanda gal+ kepada endogenot sehingga terbentuklah transduktan gal+ yang stabil.
Tabel disebutkan bahwa sebuah sel lisogenik kebal terhadap infeksi kedua oleh fag yang sama. Dalam hubungan ini, karena gen-gen λ pengontror kekebalan ada pada kromosom λdg, maka transduktan diploid parsial juga kebal terhadap infeksi λ lanjutan (Gardner, dkk., 1991). Jika transduktan berupa lisogen ganda λdg – λ (Gambar 12.8 b) diinduksi dengan radiasi UV, maka lisogen tersebut tersebut akan menghasilkan lisat yang megandung 50% partikel λdg dan 50% partikel λdg. Kedua profag itu akan dilepaskan dan akan bereplikasi dengan efisiensi seimbang menggunakan produk gen yang dikode oleh genom λ+.
Lisat semacam yang telah dikemukakan disebut sebagai lisat Hft (High frequency transduction lysates). Lisat Hfl sangat membantu analisis genetik, memanfaatkan transduksi khusus yang mengalami peningkata dramatic frekuensi transduksi. Lisat Hfl dapat diproduksi dengan cara lain dari yang telah dikemukakan. Dalam hal ini lisat semacam itu dapat diperoleh melalui infeksi heterogenot gal/gal dengan λ will type ataupun melalui induksi heterogenot tersebut dengan rasiasi UV.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...