Cari

this my BLOG

Sabtu, 26 November 2011

FENOMENA NON-DISJUNCTION (GAGAL BERPISAH) PADA PERSILANGAN Drosophilla melanogaster


 
FENOMENA NON-DISJUNCTION (GAGAL BERPISAH) PADA PERSILANGAN Drosophilla melanogaster STRAIN ♂N × ♀Wa DAN ♂b x ♀cl BESERTA RESIPROKNYA



LAPORAN PROYEK


Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Genetika I
yang Dibina Oleh Prof.Dr.A.D.Corebima, M.Pd., Dr. Siti Zubaidah, M.Pd.,
Dr.Arg. Moh. Amin, M.Si

Oleh:
Kelompok 6 / Off AA

1.        Muslim M. Aminun               (209341419819)
2.        Rosallina Hartanti                 (209341420890)
3.        Rudy Indranatan Susila        (209341420902)




The Learning University



UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
APRIL 2011

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Drosophila melanogaster atau yang sering disebut dengan lalat buah sering digunakan dalam pengajaran biologi khususnya dalam penelitian genetika. Alasan ilmuwan terdahulu menggunakan D. melanogaster sebagai penelitian karena populasi D. melanogaster yang sangat besar, mempunyai daur hidup yang sangat cepat, memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dan individu betina menghasilkan ratusan telur (Kimball, 1983).
Salah satu proses biologi untuk mempertahankan kelestarian spesies adalah proses reproduksi yang menghasilkan keturunan. Keturunan dari semua hewan, tumbuhan, manusia bahkan pada bakteripun senantiasa akan menunjukkan persamaan spesies dengan induknya. Keturunan tersebut ada yang mempunyai sifat-sifat yang sama atau mirip dengan sifat-sifat induknya dan ada pula disamping persamaan atau kemiripan terdapat juga perbedaan-perbedaan malah ada kalanya ditemukan sifat-sifat baru yang tidak dimiliki oleh induknya (Rondonuwu, 1989).
Peristiwa gagal berpisah pertama kali juga dilaporkan oleh T.H Morgan dan Bridges. Mereka menemukan penyimpangan dari hasil persilangan antara individu jantan mata merah dengan individu betina mata putih. Turunan pertama hasil persilangan tersebut sebagaimana yang meraka laporkan pertama kali adalah jantan  mata putih dan betina mata merah. Ternyata dari hasil persilangan tersebut 1 diantaranya 2000 turunan F1 mempunyai warna mata yang menyimpang, entah betina mata putih ataukah jantan mata merah (Ayala, 1984) dalam (Novitasari, 1997).
     Bridges menduga peristiwa itu terjadi karena adanya penyimpangan yang tidak normal dari kromosom-kromosom selama meiosis, yaitu pada kromosom kelamin X. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan gagal berpisah (non disjucntion) (Ayala, 1984) dalam (Novitasari, 1997). Gagal berpisah terjadi karena kedua kromosom kelamin X gagal memisah selama meiosis, sehingga keduanya menuju ke kutub yang sama dan terbentuklah telur yang memiliki dua kromosom kelamin X maupun yang tidak memiliki kromosom kelamin X.
Herskowitz (1965) dalam Novitasari (1997) menyatakan bahwa diduga ada dua kemungkinan terjadinya gagal berpisah selama meiosis, yaitu 1) pada Anafase I, kedua pasangan kromosom X menuju ke satu kutub, sehingga salah satu inti yang dihasilkan tidak mengandung pasangan kromosom kelamin X. Pada meiosis II akan dihasilkan empat inti, dimana dua intinya tidak mengandung kromosom X, dan dua inti lainnya mengandung 2 kromosom X. 2) pada Anafase II, sepasang kromosom kelamin X berhasil memisah dan memuju ke masing-masing kutub, sehingga menghasilkan inti-inti yang mengandung satu kromosom X, sedangkan pasangan yang lain tidak berhasil memisah dan hanya menuju ke satu kutub, sehingga menghasilkan inti dengan dua kromosom X dan inti yang tidak mengandung kromosom X.
Peristiwa gagal berpisah dibedakan menjadi gagal berpisah primer dan sekunder. Contoh gagal berpisah primer adalah sebagaimana yang telah dikemukakan. Gagal berpisah sekunder ditemukan oleh Lilian V. Morgan (Istri dari T.H.Morgan) pada tahun 1992. Peristiwa gagal berpisah itu disebut sebagai gagal berpisah sekunder karena kejadianya berlangsung pada turunan dari individu betina, yang keberadaanya merupakan produk gagal berpisah primer. Dalam hal ini individu betina termaksud memiliki dua kromosom kelamin X dan satu kromosom kelamin Y. Frekuensi kejadian gagal berpisah sekunder adalah sekitar 100 kali lebih tinggi (1dalam 25 turunan) daripada frekuensi gagal berpisah primer (1 dalam 2000 turunan) (Corebima,2003).
Sebagaimana hal-hal yang diungkapkan di atas, maka peneliti ingin mengetahui frekuensi terjadinya fenomena non-disjunction yang terjadi pada D. melanogaster dengan persilangan strain b♂ >< Cl♀ dan N♂ >< wa  beserta resiproknya. Strain yang kami gunakan pada persilangan ini yaitu wa yang terletak pada kromosom I atau kromosom kelamin tepatnya di lokus w yang disilangkan dengan strain N yang terletak pada kromosom I. Sedangkan pada persilangan lainnya strain yang kami gunakan yaitu strain b yang terletak pada kromosom II dan strain cl yang terletak pada kromosom II atau disebut kromosom tubuh (autosom).

UNTUK LEBIH LENGKAPNYA bisa di DOWLOAD , klik disini

1 komentar:

bolehkah saya minta file nya?

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...