Berpikir Logis
Berpikir secara logis adalah
suatu proses berpikir dengan menggunakan logika, rasional dan masuk akal. Secara etymologis logika
berasal dari kata logos yang mempunyai dua arti 1) pemikiran 2) kata-kata. Jadi
logika adalah ilmu yang mengkaji pemikiran. Karena pemikiran selalu
diekspresikan dalam kata-kata, maka logika juga berkaitan dengan “kata sebagai
ekspresi dari pemikiran”. Dengan berpikir logis, kita akan mampu membedakan dan
mengkritisi kejadian-kejadian yang terjadi pada kita saat ini apakah
kejadian-kejadian itu masuk akal dan sesuai dengan ilmu pengetahuan atau tidak.
Tidak hanya itu, seorang peserta didik juga harus mampu berpikir kritis
sehingga ia mampu mengolah fenomena-fenomena yang diterima oleh sistem indera
hingga dapat memunculkan berbagai pertanyaan yang berkaitan dan menggelitik
untuk dicari jawabannya.
Contoh real-nya ketika seorang
siswa atau peneliti melakukan metode ilmiah, maka pelaku ilmiah ini harus
melakukan kegiatan ilmiah ini dengan berpikir secara logis, mulai dari saat
pelaku ilmiah melakukan observasi/ pengamatan, merumuskan masalah, menyusun
hipotesis, melaksanakan penelitian, mengumpulkan data, mengolah dan
menganalisis data, hingga menarik kesimpulan. Seluruh proses kerja ilmiah
tersebut harus dikerjakan berdasarkan prinsip yang logis, rasional, dan masuk
akal agar dapat dipertanggungjawabkan.
Cara
berpikir logis yang biasa dikembangkan, dapat dibagi menjadi dua, yaitu
berpikir secara deduktif dan berpikir secara induktif. Logika deduktif adalah
penarikan kesimpulan yang diambil dari proposisi umum ke proposisi khusus.
Sederhananya kata umum-khusus. Adapun logika induktif kebalikan dari logika
deduktif. Jenis logika ini harus mengikuti penalaran yang berdasarkan
pengalaman atau kenyataan. Artinya, jika tidak ada bukti maka kesimpulannya
belum tentu benar atau pasti. Dengan demikian, dia tidak akan mempercayai suatu
kesimpulan yang tidak berdasarkan pengalaman atau kenyataan lewat tangkapan
panca indranya.
Berpikir Kritis
Berpikir
kritis (critical thinking) adalah
sinonim dari pengambilan keputusan (decision
making), perencanaan strategik (strategic
planning), proses ilmiah (scientific
process), dan pemecahan masalah (problem
solving). Berpikir kritis merupakan upaya pendalaman kesadaran serta
kecerdasan membandingkan dari beberapa masalah yang sedang dan akan terjadi
sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan
masalah tersebut. setiap orang memiliki pola pikir yang berbeda. Akan tetapi,
apabila setiap orang mampu berpikir secara kritis, masalah yang mereka hadapi
tentu akan semakin sederhana dan mudah dicari solusinya.
Berpikir
kritis mengandung makna sebagai proses penilaian atau pengambilan keputusan
yang penuh pertimbangan dan dilakukan secara mandiri. Peter Facione,
mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakanpProses perumusan alasan dan
pertimbangan mengenai fakta, keadaan, konsep, metode dan
kriteria. Richard Paul mendefinisikan berpikir kritis sebagai
proses merumuskan alasan yang tertib secara aktif dan terampil
dari menyusun konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mengintegrasikan
(sintesis), atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan melalui proses
pengamatan, pengalaman, refleksi, pemberian alasan (reasoning) atau komunikasi
sebagai dasar dalam menentukan tindakan.
Menurut
Halpen (dalam Achmad, 2007) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah
memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses
tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu
langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam
rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan
tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga
merupakan kegiatan mengevaluasi, mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil
manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan.
Berpikir
kritis ini juga biasa disebut dengan directed
thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju. R.
Matindas (dalam Sarwono, 2009) menyatakan bahwa: “Berpikirkritisadalah
aktivitas mental yang dilakukan untuk mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan.
Umumnya evaluasi berakhir dengan putusan untuk menerima, menyangkal, atau
meragukan kebenaran pernyataan yang bersangkutan”.
Hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam konsep
berpikir kritis bahwa dalam proses berpikir kritis, seseorang dapat dikatakan
sedang mengevaluasi bahan atau topic yang sedang dibahas. Sebab dalam proses
berpikir kritis, seseorang akan mengalami berbagai pertimbangan dari berbagai
aspek untuk menentukan suatu tujuan yang menghasilkan jawaban yang disampaikan. Selain
mampu berpikir logis dan kritis, seorang peserta didik juga harus mampu
berpikir kreatif.
Berpikir Kreatif
Berpikir
kreatif ini merupakan suatu kepiawaian pola berpikir kita yang didasari dengan
pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep yang telah diketahui sebelumnya
dan kemudian memberikan suatu perubahan. Kata “kreatif” merupakan kata yang
berasal dari bahasa Inggris To Create,
yang merupakan singkatan dari :
Combine
(menggabungkan) : penggabungan suatu
hal dengan hal lain
Reverse
(membalik) :
membalikan beberapa bagian atau proses
Eliminate
(menghilangkan) : menghilangkan
beberapa bagian
Alternatif
(kemungkinan) : menggunakan
cara, bahan dengan yang lain.
Twist
(memutar) :
memutarkan sesuatu dengan ikatan
Elaborate
(memerinci) : memerinci
atau menambah sesuatu
Berpikir
kreatif berarti :
Melepaskan
diri dari pola umum yang sudah tertanam dalam ingatan.
Mampu
mencermati sesuatu yang luput dari pengamatan orang lain.
Menurut
John Adair kreativitas adalah daya pikir dan semangat yang memungkinkan kita
untuk mengadakan sesuatu yang memiliki kegunaan, tatanan, keindahan, atau arti
penting dari sesuatu yang kelihatannya tidak ada. Kendatipun kita sepakat bahwa
kreativitas itu memang perlu dikembangkan, namun kadang-kadang kita memandang
istilah kreativitas itu sebagai sesuatu yang berbeda satu sama lain, yang dapat
menyebabkan kaburnya makna essensial dari istilah ini.
Pandangan
atau pemahaman tentang kreativitas yang berbeda itu menurut Dedi Supriadi
(1992:1) disebabkan karena dua hal. Pertama, sebagai suatu “konstruk hipotesis”
kreativitas merupakan ranah psikologis yang kompleks dan multi dimensional,
yang mengundang banyak penafsiran. kedua, definisi-definisi kreatifitas
memberikan penekanan pada sisi yang berbeda-beda, tergantung dasar teoritis
yang menjadi acuan pembuat definisi.
Perbedaan
pemahaman dalam mengartikan istilah kreatifitas tidak berarti bahwa kita lantas
mengambil salah satu istilah dengan menafikan yang lain, tetapi hendaknya semua
dipandang sebagai sesuatu yang saling melengkapi sehingga kita boleh berharap
dengan melihat berbagai pandangan itu akan tampak kepada kita “kreativitas”
sebagai sesuatu yang utuh menyeluruh.
Beberapa
definisi kreativitas, antara lain:
1.
Torrance (dalam Penick,1988:7) mengemukakan: ”
Creativity is a process of becoming sensitive to problems, deficiencies,
knoeledge, missing elements, disharmonies, etc.; identifying the difficulties;
searching for solution, making guesses, or formulating hypotheses and possibly
modifying them and retesting them; finally communicating the results.”
2.
Baron (dalam Rotherberg,1987:190) berpendapat
bahwa kreatifitas adalah:” The ability to bring something new into existence”.
3.
Mac Kinnon (dalam Yelon,1977:2332) menyatakan
bahwa kreativitas adalah: ... seems to be unique combination of ingredients, a
combination which leads to novel approaches to situations, to problrm solving
through sustained insight”.
4.
Mednick (dalam Picard,1979:15) mengemukakan
kreativitas sebagai salah satu ragam berpikir:” creative thinking consist in
forming need combination of associative elements, especially mutually remote
elements”.
5.
Guilford (dalam Dedi Supriadi,1992) bahkan
menambahkan bahwa :” ... creativity refers to the abilities that are
characteristics of creative people”.
Jika kita telaah, akan tampak bahwa orang memang bisa memandang kreativitas dari segi yang berbeda, bisadari segi proses, produk atau mungkin pula dari segi orangnya. bahkan Rhodes (dalam Rampengan,1986:24) menyatakan bahwa kreativitas dapat dipandang dari empat sisi komponen kreativitas, yaitu ” person, process, products and press” atau yang terkenal dengan sebutan “ the four P’s of creativity.”
Jika kita telaah, akan tampak bahwa orang memang bisa memandang kreativitas dari segi yang berbeda, bisadari segi proses, produk atau mungkin pula dari segi orangnya. bahkan Rhodes (dalam Rampengan,1986:24) menyatakan bahwa kreativitas dapat dipandang dari empat sisi komponen kreativitas, yaitu ” person, process, products and press” atau yang terkenal dengan sebutan “ the four P’s of creativity.”
Telaahan
lain terhadap berbagai definisi dari kreativitas akan memunculkan apa yang
kemudian dikenal sebagai “ Mac Kinnon Tri Partite definition of creativity”
sebagai karekteristik dari kreativitas, yaitu: 1. Melibatkan penciptaan sesuatu
yang baru atau jarang; 2. Mampu mengidentifikasi arah atau petunjuk ke arah
tujuan yang diinginkan, contoh : merancang gedung hingga benar-benar memiliki
ruang yang efisien untuk bekerja; 3. selalu berusaha untuk mencapai
kesempurnaan atau ketuntasan (Wilson,1974:1930). Kata “baru” dalam kaitan
dengan kreativitas tidak perlu diartikan sesuaru yang benar-benar baru (sebelumnya
belum pernah ada), tetapi dapat saja hasil ciptaannya itu merupakan kombinasi
dari apa-apa yang telah ada sebelumnya. Atau mungkin pula sesuatu yang baru itu
hanya baru bagi orang tersebut, jadi mungkin saja bagi orang lain bukan hal
yang baru (Anderson,1970:90).
Mungkin
bagi guru suatu pemecahan soal tentang materi pelajaran dalam PBM yang
dikelolanya adalah bukan sesuatu yang baru, tetapi bagi muridnya adalah sesuatu
yang baru. Ini pun termasuk salah satu bentuk kreativitas. Selain dari apa yang
dikemukakan di atas, definisi kreativitas juga dapat dibedakan menjadi definisi
konsensual dan definisi konseptual.
Definisi
konsensual adalah bahwa sesuatu itu bernilai kreatif jika oleh pengamat yang
ahli dalam bidangnya sesuatu itu memang bernilai kreatif. Sedangkan definisi
konseptual diartikan bahwa sesuatu itu bernilai kreatif jika secara konseptual
sesuatu itu memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Misalnya : a) Produk itu baru,
unik , berguna, benar atau bernilai dilihat dari segi kebutuhan tertentu dan b)
Produk itu bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang masih belum pernah
atau jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya (Amabile, dalam Dedi
Supriadi,1992:2).
Anderson
(1970) memendang kreativitas sebagai suatu proses berpikir. Adapun jenis berpikir
yang dapat mencerminkan kreativitas adalah tergolong jenis berpikir divergen
(divergent thinking) seperti terungkap dari apa yang dikemukakan Yelon
(1977:232) “ An important ingredient in creativity is divergent thinking”.
Selanjutnya Yelon (1977:232) dengan diilhami oleh pendapat Guilford menerangkan
bahwa “ divergent thinking is characterized by producing wide variety of
alternative solutions, each of which is logically possible”.
Utami
Munandar (1987:48) merumuskan dalam bahasa yang akrab dengan kita, bahwa
“Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan
berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan
jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas,
ketepatgunaan dan keragaman jawaban”. Jenis berpikir yang oleh Guilford
dinamai berpikir divergen (divergent thinking) ini tampaknya setali tiga uang
dengan jenis berpikir yang oleh De Bono diberi nama “Lateral thinking”
(Berpikir Lateral). Berpikir lateral atau berpikir menyamping, diberi nama
demikian oleh De Bono untuk mengisyaratkan keragaman kemungkinan jawaban
terhadap permasalahan, sebagai kontradiksi dengan penalaran ilmiah yang oleh De
Bono disebut sebagai berpikir vertikal.
Adapun
ciri-ciri berpikir lateral yang membedakannya dengan berpikir ilmiah, antara
lain:
·
Berpikir vertikal lebih menekankan pada
kebenaran (right), sedangkan lateral menekankan pada kekayaan ragam.
·
Dalam berpikir vertikal orang bergerak ke arah
yang didefinisikan untuk sampai pada pemecahan masalah, sedangkan lateral
bergerak untuk menghasilkan arah.
·
Berpikir vertikal bersifat analisis sedangkan
lateral bersifat provokatif.
·
Dalam berpikir vertikal orang melangkah
selangkah demi selangkah secara berurutan, sedangkan lateral dapat membuat
lompatan dalam berpikir.
·
Dalam berpikir vertikal orang harus benar pada
setiap langkah sedangkan dalam lateral tidak perlu.
·
Dalam berpikir vertikal orang mengikuti jalan
yang paling mungkin sedangkan dalam lateral orang menjajagi jalan yang paling
tidak mungkin.
·
Dengan berpikir vertikal orang berkonsentrasi
dan mengesampingkan apa yang tidak relevan sedang kan dalam lateral orang
menyambut baik terobosan yang kebetulan.
·
Dengan berpikir vertikal kategori, klasifikasi
dan label bersifat tetap, sedangkan dalam lateral tidak.
·
Berpikir vertikal merupakan proses terbatas
sedangkan lateral merupakan proses yang serba mungkin.
Berpikir
vertikal dan berpikir lateral memang secara fundamental berbeda, hal itu tidak
berarti bahwa kita harus memilih salah satu kemudian mengesampingkan yang lain,
namun hendaknya dipandang bahwa satu sama lain saling melengkapi. keduanya
perlu dilatihkan , agar selain memiliki kemampuan penalaran ilmiah yang baik,
kitapun kreatif.
Sebagai
kemampuan berpikir , Guilford mengemukakan bahwa kreatifitas ditandai dengan
adanya: Kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality),
dan elaborasi (elaboration) (Rotherberg,1978:200). Kelancaran dimaksudkan
sebagai kemampuan untuk mengemukakan banyak gagasan pemecahan terhadap suatu
masalah; Keluwesan didefinisikan sebagai kemampuan untuk membuat transformasi
informasi, menafsirkan ulang (reinterprate), membuat definisi lain (redifine);
kealsian diartikan sebagai kemampuan untuk membuat gagasan yang alain dari yang
lain (unique); sedangklan elaborasi adalah kemampuan untuk memerinci,
mengambangkan gagasan dan membuat implikasi dari informasi-infornasi yang
tersedia.
0 komentar:
Posting Komentar